SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA SEMOGA DAPAT BERGUNA DAN DAPAT MENJADI SUMBER ASPIRASI PARA PEMBACA DAN SEMUANYA

Selasa, 16 Oktober 2012

PROPOSAL TAK HDR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai mahkluk sosial yang hidup berkelompok dimana satu dengan yang lainnya saling behubungan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial yang dimaksud antara lain : rasa menjadi milik orang lain atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan penghargaan orang lain dan kebutuhan pernyataan diri.
Secara alamiah individu selalu berada dalam kelompok, sebagai contoh individu berada dalam satu keluarga. Dengan demikian pada dasarnya individu memerlukan hubungan timbal balik, hal ini bisa melalui kelompok.
Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif terhadap perubahan perilaku pasien atau klien, dan meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien melalui terapi aktifitas kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien dengan gangguan orientasi realitas (Birckhead, 1989).
Terapi aktifitas kelompok sering digunakan dalam praktek kesehatan jiwa, bahkan dewasa ini terapi aktifitas kelompok merupakan hal yang penting dari ketrampilan terapeutik dalam keperawatan. Terapi kelompok telah diterima profesi kesehatan.
Pimpinan kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat juga adaptif menilai respon klien selama berada dalam kelompok.
1.2 Rumusan masalah
Diharapkan semua pembaca dan teman teman mahasiswa mampu memahami terapai modalitas keperawatan jiwa pada klien dengan harga diri rendah dan mampu mengaplikasikan TAK (HDR) pada sesi I dan sesi II dan juga mengetahui strategi pelaksanaan TAK .
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi tentang harga diri
2. Faktor penyebab tentang harga diri rendah (HDR)
3. Untuk mengetahui tanda dan gejalan (HDR)
4. Untuk mengetahui terapi modalitas keperawatn jiwa (HDR)
5. Untuk mengetahui TAK (HDR)
6. Untuk mengetahui strategi pelaksanaan (HDR)
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat, 1998)
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.
2.2 Faktor Penyebab
A. Berikut ini merupakan faktor penyebab (umum) dari harga diri rendah antara lain :
1. Situasional
Yang terjadi trauma secara tiba – tiba misalnya pasca operasi, kecelakaan cerai, putus sekolah, Phk, perasaan malu karena terjadi (korban perkosaan, dipenjara, dituduh KKN).
2. Privacy yang kurang diperhatikan, misal pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak spontan (mencukur pubis pemasangan kateter).
3. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tecapai karena dirawat atau sakit atau penyakitnya.
4. Kelakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misal berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan berbagai tindakan tanpa pemeriksaan.
5. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
B. Ada pula penggolongan faktor penyebab terjadinya HDR (Harga diri rendah) digolongkan menjadi dua golongan
1. Faktor Predisposisi (faktor yang mendasarai atau mempermudah terjadinya HDR). Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ; orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah
2. Faktor Presipitasi (faktor pencetus HDR)
a.) Ketegangan peran (ketidak nyamanan peran)
b.) Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi
c.) Konflik peran, ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan
d.) Peran yang tidak jelas
e.) Kurangnya pengetahuan individu tentang peran
f.) Peran yang berlebihan
g.) Menampilkan seperangkat peran yang konpleks
h.) Perkembangn transisi
i.) Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri
j.) Situasi transisi peran
k.) Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu
l.) Transisi peran sehat-sakit
m.) Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan dan perawatan
2.3 TANDA DAN GEJALA
Menurut para ahli :
1. Menurut Struart & Sundden (1998) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda – tanda sebagai berikut :
a. Produktivitas menurun.
b. Mengukur diri sendiri dan orang lain.
c. Destructif pada orang lain
d. Gangguan dalam berhubungan.
e. Perasaan tidak mampu.
f. xRasa bersalah
g. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
h. Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri.
i. Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
j. Pandangan hidup yang pesimis.
k. Keluhan fisik.
l. Pandangan hidup yang bertentangan.
m. Penolakan terhadap kemampuan personal.
n. Destruktif terhadap diri sendiri.
o. Menolak diri secara sosial.
p. Penyalahgunaan obat.
q. Menarik diri dan realitas.
r. Khawatir.
2. Budi Anna Keliat, 1999. Tanda dan Gejala HDR antara lain :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
3. Menurut Carpenito, L.J (1998: 352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:
a. Mengkritik diri sendiri atau orang
b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
c. Perasaan tidak mampu
d. Rasa bersalah
e. Sikap negatif pada diri sendiri
f. Sikap pesimis pada kehidupan
g. Keluhan sakit fisik
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi
i. Menolak kemampuan diri sendiri
j. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
k. Perasaan cemas dan takut
l. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
m. Mengungkapkan kegagalan pribadi
n. Ketidak mampuan menentukan tujua
Menurut beberapa pendapat para ahli gejala dan tanda seseorang merasa harga dirinya rendah dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis seperti kank
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS menyalahkan dan mengejek diri sendiri
c. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh dan tidak tahu apa – apa.
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain, lebih suka menyendiri.
e. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien ingin mengakhiri kehidupan.
2.4 TERAPI MODALITAS KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH.
A. Definisi
Terapi modalitas yaitu suatu terapi yang dilakukan dengan cara melakukan berbagai pendekatan penanganan pada klien dengan gangguan jiwa. Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki klien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan. Dapat juga didefinisikan terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien dengan gangguan yang bervariasi yang bertujuan untuk mengubah prilaku klien dengan gangguan jiwa dengan prilaku maladaptifnya menjadi prilaku yang adaptif.
B. Jenis Terapi Modalitas
Ada beberapa jenis terapi modalitas, yaitu diantaranya :
1. Terapi individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
2. Terapi lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya
Terapi lingkungan dapat di bagi menjadi:
a. Terapi rekreasi
terapi rekreasi ini di indonesia belum begitu terkenal di bandingkan dengan terapi-terapi yang sudah ada saat ini. Terapi rekreasi ini bisa di kombinasikan dengan terapi-terapi lain, seperti terpi lingkungan, terapi musik, terapi seni dan terapi gerak. Terapi rekreasi merupakan cara baru untuk memberikan perawatan kepada orang-orang yang menderita berbagai cacat dan penyakit. Terapi rekreasi digunakan di beberapa daerah penyakit seperti Alzheimer, Parkinson, gangguan kognitif dan neurologis. Terapi rekreasi sangat efektif bagi pasien yang menarik diri, dikarenakan pada pasien yang menarik diri interaksi sosialnya kurang. Diharapkan setelah mengikuti terapi rekreasi ini, pasien yang awalnya menarik diri dapat merubah sikap dan prilakunya untuk bersosialisasi dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
b. Terapi kreasi seni
Terapi ini didasarkan pada keyakinan bahwa proses kreatif seperti menggambar, melukis, atau membuat kerajian lainnya bersifat menyembuhkan dan menguatkan kehidupan. Bagi beberapa orang, trauma psikologis bisa sangat sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu, terapi seni bisa menjadi sarana untuk menggambarkan emosi dan perasaan tersakiti yang terlalu menyakitkan jika diungkapkan dengan kata-kata.
Dengan mengikuti terapi ini, Anda akan diminta menggambarkan dan mengeluarkan pikiran-pikiran dan emosi Anda melalui karya seni. Gambaran ini bisa dalam bentuk lukisan, gambar, seni pahat atau kreasi karya seni dari tanah liat.
c. Pettheraphy
d. Planttheraphy
3. Terapi biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit.
Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.
4. Terapi kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut.
Ada tujuan terapi kognitif meliputi:
- Mengembangkan pola berfikir yang rasional.
- Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan informasi yang actual. Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
- Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.
5. Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
5. Terapi aktivitas kelompok
Terapi aktivitas kelompok Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, yang bertujuan untuk meningkat hubungan sosial dalam kelompok secara bertahan (Keliat & Akemat, 2005)
6. Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai keterampilan motorik halus dengan lebih baik. Keterampilan motorik halus adalah kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan otot-otot kecil yang ada di dalam tangan.
Contoh kemampuan motorik halus :
• menulis dan menggambar
• mewarnai
• menggunting dan menempel
• mengancing baju
• mengikat tali sepatu
• melipat
7. Terapi Perilku
Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini didasarkan pada teori pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical danoperant conditioning. Penilaian objektif berkelanjutan mengenai kemajuan pasien dibuat.
2.5 TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)
A. Definisi
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptive.
B. Tujuan
Tujuan umum TAK stimulasi yang baru adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.Sementara tujuan khususnya :
1.Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat
2.Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang di alami
C. Aktifitas dan Indikasi
Aktivitas dibagi dalam empat bagian yaitu:mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari, stimulus nyata dan respons yang di alami dalam kehidupan, stimulus yang tidak nyata dan respons yang dialami dalam kehidupan, serta stimulus nyata yang mengakibatkan harga diri rendah.
D. Jenis – Jenis TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)
Terapi Aktifitas Kelompok berdasarkan masalah keperawatan jiwa yang paling banyak ditemukan dikelompok sebagai berikut :
1. TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara fisik).
2. TAK stimulasi sensori (untuk klien yang mengalami gangguan sensori).
3. TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi yang telah mengontrol halusinasinya, klien waham yang telah dapat berorientasi kepada realita dan sehat secara fisik).
4. TAK stimulasi persepsi : halusinasi (untuk klien dengan halusinasi)
5. TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan HDR)
6. TAK penyaluran energy (untuk klien perilaku kekerasan yang telah dapat mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri yang dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan sehat secara fisik).
Terapi aktifitas kelompok yg digunakan klien utk HDR
Terapi keperawatan yang dapat diberikan pada klien sendiri bisa dalam bentuk:
1. terapi kognitif. Terapi ini bertujuan untuk merubah pikiran negatif yang dialami oleh klien dengan harga diri rendah kronis ke arah berpikir yang positif. Pada keluarga terapi yang diperlukan dapat berupa triangle terapy yang bertujuan untuk membantu keluarga dalam mengungkapkan perasaan mengenai permasalahan yang dialami oleh anggota keluarga sehingga diharapkan keluarga dapat mempertahankan situasi yang mendukung pada pengembalian fungsi hidup klien.
2. Pada masyarakat juga perlu dilakukan terapi psikoedukasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang masalah harga diri rendah kronis yang merupakan salah satu bagian dari masalah gangguan jiwa di masyarakat. (by:noviebsuryanto.last Jan’09)
E. Aktivitas memperbaiki persepsikan stimulus nyata yang menyebabkan harga diri rendah
Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:
a) Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengidentifikasi aspek yang membuat harga diri rendah dan aspek positif kemampuan yang dimiliki selama hidup (dirumah dan di rumah sakit)
b) Terrapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : melatih kemampuan yang dapat digunakan dirumah sakit dan dirumah .
Klien yang mempunyai indikasi TAK ini adalah klien gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2.6 TAK STIMULASI PERSEPSI : HARGA DIRI RENDAH
Sesi 1 : identifikasi Hal Positif pada Diri
A. Tujuan
1 . Klien dapat mengidentifikasi pengalaman yang tidak menyenangkan hal ini dimaksudkan untuk meluapkan emosi klien dan mengungkapkan pengalaman yang di anggapnya sebagai masalah kehidupannya sehingga pada saat klien menulis pengalamannya tersebut klien bisa merasa ringan atas beban yang di fikirkan dan Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah. .
2 . Klien dapat mengidentifikasi halpositif pada dirinya .
B. Setting
1 . Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran .
2 . Ruangan nyaman dan tenang .
C. Alat
1 . Spidol sebanyak klien yang mengikuti TAK .
2 . Kertas putih HVS dua kali jumlah klien yang mengikuti TAK .
D. Metode
1 . Diskusi
2 . Permainan
E. Langkah kegiatan
1 . Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah .
b. Membuat kontrak dengan klien .
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan .
2 . Orientasi
a . Salam terapiutik
> Salam dan terapis pada klien .
> perkenalkan nama dan panggilan terapis ( pakai papan nama ) .
> menanyakan nama dan panggilan semua klien ( beri papan nama ) .
b . Evaluasi / validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini .
c . Kontrak
> Terapis menjalankan tujuan kegiatan ,yaitu bercakap – cakap tentang hal positif diri sendiri .
> Terapis menjalaskan aturan main berikut .
Jika ada klien yang meninggalkan kelompok,harus meminta izin kepada terapis .
Lama kegiatan 45 menit .
Setiap kali mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai .
3 . Tahap kerja
a. Terapis memperkenalkan diri : nama lengkap dan nama panggilan serta memakai papan nama .
b. Terapis membagikan kertas dan spidol pada klien .
c. Terapis meminta tiap klien menulis pengalaman yang tidak menyenangkan
d. Terapis memberi pujian atas peran serta klien
e. Terapis membagikan kertas yang kedua
f. Terapis meminta tiap klien menulis hal positif tentang diri sendiri : kemampuan yang dimiliki ,kegiatan yang biasa dilakukan dirumah dan dirumah sakit
g. Terapis meminta klien membacakan hal positif yang sudah ditulis secara bergiliran sampai semua klien mendapatkan bergiliran .
h. Terapis memberi pujian pada setiap peran serta klien
4 . Tahap terminasi
a . Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mangikuti TAK
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b . Tindak lanjut Terapis meminta klien menulis hal positif lain yang belum tertuli
c . Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu melatih hal positif diri yaitu melatih hal positif diri yang dapat diterapkan dirumah sakit dan dirumah .
2. Menyepakati waktu dan tempat
F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja . Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK . Untuk TAK stimulasi persepsi : harga diri rendah sesi 1, kemampuan klien yang diharapkan adalah menuliskan pengalaman yang tidak menyenagkan dan aspek positif ( kemampuan yang dimiliki ) . Formulir evaluasi sebagai berikut .
Sesi 1
Stimulasi persepsi : harga diri rendah
Kemampuan menulis pengalaman yang tidak menyenangkan
dan hal positif diri sendiri
No Nama klien Menulis pengalaman yang tidak menyenangkan Menulis hal positif diri sendiri
1
2
3
4
5
6
7
8
Petunjuk :
1. tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
2. untuk tiap klien,beri nilai pada tiap kemampuan menulis pengalaman yang tidak menyenangkan dan aspek positif diri sendiri . Beri tanda √ jika klien mampu dan tanda x jika klien tidak mampu .
2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien . Contoh : Klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi peraepsi harga diri rendah . Klien mampu menuliskan tiga hal pengalaman yang tidak menyenangkan, mengalami kesulitan hal positif diri . Anjurkan klien menulis kemampuan dan hal positif dirinya dan tingkatkan reinforcement ( pujian ) .
Sesi 2 : Melatih Positif pada Diri
A. Tujuan
1. Klien dapat menilai hal positif diri yang dapat digunakan .
2. Klien dapat memilih hal positif diri yang dapat dilatih .
3. Klien dapat melatih hal positif diri yang telah dilatih .
4. Klien dapat menjadwalkan penggunaan kemapuan yang telah dilatih .
B. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran .
2. Sesuaikan dengan kemempuan yang akan dilatih .
3. Ruangan nyaman dan tenang
.
C. Alat
1. Spidol dan papan tulis/ whiteboard/flipchart
2. Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih
3. Kertas daftar kemampuan positif pada sesi 1
4. Jadwal kegiatan sehari- hari dan pulpen
D. Metode
1. Diskusi dan Tanya jawab
2. Bermain peran
E. Langkah kegiatan
1 . Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 1 .
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2 . Orientasi
a . Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Klien dan terapis pakai papan nama
b . Evalauasi / validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini .
2. Menanyakan apakah ada tambahan hal positif klien .
c . Kontrak
1. terapis menjeleskan tujuan kegiatan , yaitu melatih hal positif pada klien .
2. terapis menjelaskan aturan main berikut .
jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada terapis
lama kegiatan 45 menit
setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3 . Tahap kerja
a. terapis meminta semua klien membaca ulang daftar kemampuan positif pada sesi 1 dan memilih satu untuk dilatih .
b. terapis meminta klien menyebutkan pilihannya dan ditulis di whiteboard .
c. terapis meminta klien untuk memilih satu dari daftar whiteboard . Kegiatan yang paling banyak dipilih diambil untuk dilatih .
d. terapis melatih cara pelaksanaan kegiatan / kemampuan yang dipilih dengan cara berikut .
1. terapis memperagakan
2. klien memperagakan ulang
3. berikan pujian sesuai dengan keberhasilan klien .
e. Kegaiatan a sampai dengan d, dapat diulang untuk kemampuan/ kegiatan yang berbeda .
4 . Tahap terminasi
a . Evaluasi
1. terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK .
2. terapis memberikan pujian kepada kelompok .
c. Tindak lanjut
terapis meminta klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan sehari – hari
c . Kontrak yang akan datang:
1. Menyepakati TAK yang akan datang untuk hal positif lain .
2. Menyepakati waktu dan tempat sampai aspek positif selesai dilatih .
F. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Evaluasi dilakuakan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja . Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK . untuk TAK stimulasi persepsi harga diri rendah sesi 2 ,kemampuan klien yang diharapkan adalah memiliki satu hal positif yang akan dilatih dan memperagakannya . Formulir evaluasi sebagai berikut .
Sesi 2
Stimulasi persepsi : harga diri
Kemampuan melatih kegiatan positif
No Nama klien Membaca daftar halpositif Memilih satu hal positif yang akan dilatih Memperagakan kegiatan positif
Petunjuk :
1. tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama .
2. untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan membaca ulang daftar hal positif dirinya, memilih satu hal positif untuk dilatih dan memperagakan kegiatan positif tersebut . Beri tanda √ jika klien mampu dan tanda x jika klien tidak mampu
2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien . Contoh : klien mengikuti sesi 2, TAK stimulasi persepsi : harga diri rendah . Klien telah melatih merapikan tempat tidur . Anjurkan dan jadwalkan agar klien melakukannya serta berikan pujian .
2.7 STRATEGI PELAKSANAAN TAK
TAK STIMULASI PERSEPSI : HARGA DIRI RENDAH
Topik : Harga diri rendah
Terapis : Mahasiswa praktikan
Sasaran :
Bangsal :
Kriteria pasien
 Klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendahØ
 Sehat secara fisikØ
 KooperatifØ
1. Leader :
Bertugas :
• Memimpin jalannya acara terapi aktivitas kelompok
• Memperkenalkan anggota terapi aktivitas kelompok
• Menetapkan jalannya tata tertib
• Menjelaskan tujuan diskusi
• Dapat mengambil keputusan dengan menyimpulkan hasil diskusi pada kelompok terapi diskusi tersebut .
• Kontrak waktu
• Menimpulkan hasil kegiatan
• Menutup acara
2 . Co leader
Bertugas :
• Mendampingi leader jika terjadi bloking
• Mengoreksi dan mengingatkan leader jika terjadi kesalahan
• Bersama leader memecahkan penyelesaian masalah
3 . Observer
Bertugas :
• Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir
• Mencatat semua aktifitas dalam terapi aktifitas kelompok
• Mengobservasi perilaku pasien
4 . Vasilitator
Bertugas :
• Membantu klien meluruskan dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan
• Mendampingi peserta TAK
• Memotivasi klien untuk aktif dalam kelompok
• Menjadi contoh bagi klien selama kegiatan
5 . Anggota
Bertugas :
• Menjalankan dan mengikuti kegiatan terapi
6 . Operator
Bertugas : mengoperasikan alat
Uaraian seleksi kelompok
a. Hari/ tanggal :
b. Tempat pertemuan :
c. Waktu :
d. Lamanya : 45 menit
e. Kegiatan : Terapi aktivitas kelompok harga diri rendah
f. Jumlah anggota :
g.Jenis TAK : Harga diri rendah

Kamis, 27 September 2012


KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN



Manajemen keperawatan pada dasarnya berfokus  pada perilaku manusia. Untuk mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan keperawatan, pasien membutuhkan manajer perawat yang terdidik dalam pengetahuan dan ketrampilan tentang perilaku manusia untuk mengelola perawat profesional serta pekerja keperawatan non profesional.
Mc. Gregor menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang selalu mengadakan interaksi dengan dunia individu lainnya. Apa yang terjadi dengan orang tersebut merupakan akibat dari perilaku orang lain. Sikap dan emosi dari orang lain mempengaruhi orang tersebut. Bawahan sangat tergantung pada pimpinan dan berkeinginan untuk diperlakukan adil. Suatu hubungan akan berhasil apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Bawahan memerlukan rasa aman dan akan memperjuangkan untuk melindungi diri dari ancaman yang bersifat semu  atau yang benar - benar ancaman terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dalam situasi kerja.
Atasan / pimpinan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dengan membentuk suasana yang dapat diterima oleh bawahan, sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan.
Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang profesional.

1.      Pengertian Kepemimpinan
Ada beberapa batasan tentang kepemimpinan , antara lain :
a.       Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai perilaku yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain bersedia dan dapat menyelesaikan tugas - tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya  ( Ordway Tead ).
b.      Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok orang untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan ( Stogdill ).
c.       Kepemimpinan adalah hubungan yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki seseorang terhadap orang lain sehingga orang lain tersebut secara sukarela mau   dan bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan ( Georgy R. Terry ).
d.      Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok  orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu situasi tertentu ( Paul Hersay, Ken Blanchard ).

Dapat dipahami dari empat batasan di atas bahwa kepemimpinan   akan     muncul apabila ada seseorang yang karena sifat - sifat dan perilakunya mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain untuk berpikir, bersikap, dan ataupun berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya. 
Kepemimpinan dalam konteks organisasi utamanya menekankan pada fungsi pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan, dan memotivasi bawahan. Fungsi manajemen ini sangat terkait dengan faktor manusia dalam suatu organisasi, yang mencakup interaksi antar manusia dan berfokus pada kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain.
Di dalam keperawatan kepemimpinan merupakan penggunaan ketrampilan seorang pemimpin ( perawat ) dalam mempengaruhi perawat - perawat lain yang berada di bawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namun ketrampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat diterapkan dan ditingkatkan.

2.      Teori Kepemimpinan
Ada beberapa yang pernah dikemukakan, antara lain :
a.       Teori orang besar atau teori bakat
Teori orang besar ( the great men theory ) atau teori bakat ( Trait theory ) ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat - bakat tertentu yang diperlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.
b.      Teori situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi  ( situasional theory ). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan   keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul sebagai pemimpin.
      c.   Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah kepemimpinan   banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari - hari sering  ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat - bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.

3.      Gaya Kepemimpinan
Telah disebutkan bahwa gaya kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh sifat dan perilaku yang dimiliki oleh pemimpin. Karena sifat dan perilaku antara seorang dengan orang lainnya tidak persis sama, maka gaya kepemimpinan ( leadership style ) yang diperlihatkanpun juga tidak sama. Bertitik tolak dari pendapat adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan perilaku tersebut, maka dalam membicarakan gaya kepemimpinan yang untuk bidang administrasi sering dikaitkan dengan pola manajemen  ( pattern of management ), sering dikaitkan dengan pembicaraan tentang perilaku.
Tegantung dari sifat dan perilaku yang dihadapi dalam suatu organisasi dan atau yang dimiliki oleh pemimpin, maka gaya kepemimpinan yang diperlihatkan oleh seorang pemimpin dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Berbagai gaya kepemimpinan tersebut jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam,  yaitu :
a.       Gaya Kepemimpinan Diktator
Pada gaya kepemimpinan diktator  ( dictatorial leadership style ) ini upaya mencapai tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutanserta ancaman hukuman. Tidak ada hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.
b.      Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada gaya kepemimpinan ini ( autocratic leadership style ) segala keputusan berada di tangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya kepemimpinan dictator tetapi dalam bobot yang agak kurang.
c.       Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis ( democratic leadership style ) ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun dengan baik. Segi positif dari gaya kepemimpinan ini mendatangkan keuntungan antara lain: keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi. Sedangkan kelemahannya : keputusan serta tindakan kadang - kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu keputusan yang terbaik.
d.      Gaya Kepemimpinan Santai
Pada gaya kepemimpinan santai ( laissez - faire leadership style ) ini peranan pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan kepada bawahan, jadi setiap anggota organisasi dapat melakukan kegiatan masing - masing sesuai dengan kehendak masing - masing pula.
4.      Pemimpin yang efektif
Seorang    pemimpin    yang   efektif   adalah    seorang    pemimpin   yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang  memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat. Ada beberapa kepemimpinan yang efektif antara lain menurut :
a.       Ruth M. Trapper (1989 ), membagi menjadi 6 komponen :
1)      Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok. Memilih  pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam bidang profesinya.
2)      Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami kebutuhan sendiri serta kebutuhan orang lain.
3)      Berkomunikasi dengan jelas dan efektif.
4)      Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan
5)      Mengambil tindakan
b.      Hellander ( 1974 )
Dikatakan efektif bila pengikutnya melihat pemimpin sebagai seorang yang bersama - sama mengidentifikasi tujuan dan menentukan alternatif kegiatan.
c.       Bennis ( Lancaster dan Lancaster, 1982 )
Mengidentifikasi empat kemampuan penting bagi seorang pemimpin, yaitu :
1)      Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia      ( hubungan antar manusia ).
2)      Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.
3)      Mempunyai kemampuan hubungan antar manusia, terutama dalam mempengaruhi orang lain.
4)      Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan seseorang mengenal orang lain dengan baik.
d.      Gibson ( Lancaster dan Lancaster,1982 )
Seorang pemimpin harus mempertimbangkan :
1)      Kewaspadaan diri ( self awarness )
Kewaspadaan diri berarti menyadari bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi orang lain. Kadang seorang pemimpin merasa ia sudah membantu orang lain, tetapi sebenarnya justru telah menghambatnya.
2)      Karakteristik kelompok
Seorang pemimpin harus memahami karakteristik kelompok meliputi : norma, nilai - nilai kemampuannya, pola komunikasi, tujuan, ekspresi dan keakraban kelompok.
3)      Karakteristik individu
Pemahaman tentang karakteristik individu juga sangat penting karena setiap individu unik dan masing - masing mempunyai kontribusi yang berbeda.

5.      Kepemimpinan dan kekuasaan
Menurut Gardner yang dikutip oleh Russel ( 2000 ) mendefinisikan kekuasaan sebagai suatu kapasitas uuntuk memastikan hasil dari suatu keinginan dan untuk menghambat mereka yang tidak mempunyai keinginan.

Dasar - dasar kekuasaan
Franch dan Raven mengemukakan lima dasar kekuasaan interpersonal, yaitu :
a.       Kekuasaan legitimasi
Kekuasaan yang sah adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi sehubungan dengan posisinya. Kekuasaan legitimasi tidak tergantung kepada bawahan. Seseorang dengan posisi yang lebih tinggi dalam organisasi mempunyai kekuasaan pada orang - orang yang di bawahnya.
b.      Kekuasaan penghargaan
Pimpinan yang menggunakan kekuasaan legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk memperoleh kerja sama dari bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk atau permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan yang bernilai , misalnya: kenaikan gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur dan lain - lain.

c.       Kekuasaan paksaan
Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan dengan hukuman. Bawahan akan tunduk karena ketakutan. Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam organisasi, namun seringkali menghasilkan akibat yang sebaliknya.
d.      Kekuasaan kharisma
Seseorang pemimpin yamg kharismatik dapat mempengaruhi orang karena benar - benar dari pribadi dan tingkah laku dari pimpinan tersebut.
e.       Kekuasaan ahli
Seseorang yang mempunyai keahlian khusus mempunyai nilai yang lebih tinggi. Kekuasaan ini tidak terikat pada urutan tingkatan.

     Kelima dari tipe kekuasaan interpersonal di atas adalah saling ketergantungan karena tipe - tipe tersebut dapat dipakai dengan cara dikombinasikan dengan berbagai cara dan masing - masing dapat mempengaruhi yang lainnya.

6.      Pimpinan dan kepemimpinan
Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan proses atau fungsi manajemen. Berdasarkan hierarki tugasnya pimpinan dikelompokkan sebagai berikut :
a.       Pimpinan tingkat pertama ( Lower Manager )
Adalah pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja yang menjalankan mesin peralatan atau memberikan pelayanan langsung pada konsumen. Pimpinan ini diutamakan memiliki proporsi peranan technical skill yang terbesar dan konseptual skill yang terkecil.
b.      Pimpinan tingkat menengah ( Middle Manager )
Adalah pimpinan yang berada satu tingkat di atas Lower Manager. Pimpinan ini menjadi saluran informasi dan komunikasi timbal balik antara Lower Manager dan Top Manager , yakni pimpinan puncak (  di atas Middle Manager ) sehingga pimpinan ini diutamakan memiliki kemampuan mengadakan hubungan antara keduanya. Konseptual skill adalah ketramp[ilan dalam penyusunan konsep - konsep, identifikasi, dan penggambaran hal - hal yang abstrak. Sedangkan techmnical skill adalah ketrampilan dalam melakukan pekerjaan secara teknik. Hubungan antara manusia merupakan ketrampilan dalam melakukan komunikasi dengan sesama  manusia lain.
c.       Pimpinan puncak ( Top Manager )
Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan organisasi tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan administrasi. Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill yang terbesar dan technical skill yang terkecil.
     
      Hubungan antar manusia ada dua jenis :
a.       Human Relations
Adalah hubungan antar manusia intern dalam organisasi guna membina lancarnya tim kerja.
b.      Public Relations
Adalah hubungan antar manusia ekstern keluar organisasi.

      Tugas - tugas pimpinan :
a.       Sebagai pengambil keputusan
b.      Sebagai pemikul tanggung jawab
c.       Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual
d.      Bekerja dengan atau melalui orang lain
e.       Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.

Peranan pemimpin terhadap kelompok:
a.       Sebagai penghubung interpersonal, yaitu merupakan simbul suatu kelompok dalam melakukan tugas secara hukum dan sosial, mempunyai tanggung jawab dan memotivasi, mengatur tenaga dan mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan kerja di luar kelompok.
b.      Sebagai inovator atau pembaharu
c.       Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara.
d.      Menghimpun kekuatan
e.       Merangsang perdebatan masyarakat
f.       Membuat kedudukan perawat di media massa
g.      Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat yang tepat
h.      Mempertahankan kegiatan
i.        Memelihara formaf desentralisasi organisasi
j.        Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik
k.      Mempelajari pengalaman
l.        Jangan menyerah tanpa mencoba.

7.      Manajemen konflik
Konflik, menurut Deutsch ( 1969 ) didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang yang terancam. Penyebab konflik, Edmund ( 1979 ) menyebutkan sembilan faktor umum yang berkaitan dengan semua kemungkinan penyebab konflik, yaitu :
a.       Spesialisasi
Sebuah kelompok yang bertanggung jawab untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari keompok lain. Seringkali berakibat terjadinya konflik antar kelompok.

b.      Peran yang bertugas banyak
Peran keperawatan membutuhkan seseorang untuk dapat menjadi seorang manajer, seorang pemberi asuhan yang trampil, seorang ahli dalam hubungan antar manusia, seorang negosiator, penasihat , dan sebagainya. Setiap sub peran dengan tugas - tugasnya memerlukan orientasi yang berbeda - beda yang dapat menyebabkan konflik.
c.       Interdependensi peran
Peran perawat pelaksana dalam praktek pribadi tidak akan serumit seperti peran perawat dalam tim kesehatan yang multidisiplin, dimana tugas seseorang perlu didiskusikan dengan orang lain yang mungkin bersaing untuk area - area tertentu.
d.      Kekaburan tugas
Ini diakibatkan oleh peran yang mendua dan kegagalan untuk memberikan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau kelompok.
e.       Perbedaan
Sekelompok orang dapat mengisi peran yang sama tetapi perilaku sikap, emosi, dan kognitif orang - orang ini terhadap peran mereka bisa berbeda.
f.       Kekurangan sumber daya
Persaingan ekonomi, pasien, jabatan, adalah sumber absolut dari konflik antar pribadi dan antar kelompok.
g.      Perubahan
Saat perubahan menjadi lebih tampak, maka kemungkinan tingkat konflik akan meningkat secara proporsional.
h.      Konflik tentang imbalan
Bila orang mendapat imbalan secara berbeda - beda, maka sering timbul konflik, kecuali jika mereka terlibat dalam perbuatan sistem imbalan.
i.        Masalah komunikasi
Sikap mendua, penyimpangan persepsi, kegagalan bahasa, dan penggunaan saluran komunikasi secara tidak benar, semuanya akan menyebabkan konfllik.

      Manajemen atau penatalaksanaan konflik dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut:
a.       Disiplin
Upaya disiplin digunakan untuk menata atau mencegah konflik, perawat pengelola harus mengetahui dan memahami ketentuan peraturan organisasi. Jika ketentuan tersebut belum jelas maka perlu dilakukan klarifikasi. Disiplin merupakan cara untuk mengoreksi atau memperbaiki staf yang tidak diinginkan.
b.      Mempertahankan tahap kehidupan
Konflik dapat diatasi dengan membantu individu perawat mencapai tujuan sesuai dengan tahapan kehidupannya, yang meliputi :
1)      Tahap dewasa muda
2)      Tahap dewasa menengah
3)      Tahap manusia diatas 55 tahun
c.       Komunikasi
Komunikasi merupakan seni yang penting untuk mempertahankan lingkungan yang terapeutik. Melalui peningkatan komunikasi yang efektif maka konflik dapat dicegah.
d.      Asertif training
Perawat yang asertif mengetahui bahwa mereka bertanggung jawab terhadap pikiran, perasaan, dan tindakannya. Peningkatan kesadaran, training sensitivitas dan training asertif dapat meningkatkan kemampuan pengelola keperawatan dalam mengatasi perilaku konflik.

      Teknik manajemen konflik :
a.       Menetapkan tujuan
Apabila ingin terlibat dalam manajemen konflik, maka perawat perlu memahami gambaran yang menyeluruh tentang masalah atau konflik yang akan diselesaikan. Tujuan yang ingin dicapai antara lain : meningkatkan alternatif penyelesaian masalah konflik, bila perlu motivasi fihak yang terlibat untuk mendiskusikan alternatif penyelesaian masalah yang mungkin diambil sehingga pihak yang terlibat konflik dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilih.
b.      Memilih strategi
1)      Menghindar
Untuk mencegah konflik yang lebih berat pada situasi yang memuncak, maka strategi menghindar merupakan alternatif penyelesaian konflik yang bersifat sementara yang tepat untuk dipilih.
2)      Akomodasi
Mengakomodasikan pihak yang terlibat konflik dengan cara meningkatkan kerja sama dan keseimbangan serta mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah yang tepat dengan cara mengumpulkan data yang akurat dan mengambil suatu kesepakatan bersama.
3)      Kompromi
Dilakukan dengan mengambil jalan tengah di antara kedua pihak yang terlibat konflik.
4)      Kompetisi
Sebagai pimpinan, perawat dapat menggunakan kekuasaan yang terkait dengan tugas stafnya melalui upaya meningkatkan motivasi antar staf, sehingga timbul rasa persaingan yang sehat.
5)      Kerja sama
Apabila pihak - pihak yang terlibat konflik bekerja sama untuk mengatasi konflik tersebut, maka konflik dapat diselesaikan secara memuaskan.



Refrensi 

1.      Azrul Anwar ( 1996 ), Pengantar administrasi kesehatan, Binarupa Aksara,   Jakarta.

2.      ---------------- ( 1996 ),  Kepemimpinan    keperawatan     dalam    gerakan      inovasi  keperawatan  ( makalah  disampaikan  pada  seminar    keperawatan   di   PAM Keperawatan Soetopo, Surabaya ).

3.      Djoko Wiyono ( 1997 ), Manajemen    kepemimpinan    dan    organisasi   kesehatan,   Airlangga University Press, Surabaya.

4.      La Monika Elaine L ( 1998 ), Kepemimpinan   dan  manajemen  keperawatan,   EGC,  Jakarta.

5.      Prayitno  Subur ( 1997 ), Dasar  -   dasar     administrasi     kesehatan     masyarakat,  Airlangga, University  Press, Surabaya.

6.      Swanburg Russel C. ( 2000 ), Pengantar kepemimpinan & manajemen  keperawatan,  EGC, Jakarta.

7.      Nursalam (2002) Manajemen Keperawatan; Aplikasi pada praktek perawatan profesional, Salemba Medika, Jakarta

Dasar-Dasar Riset Keperawatan

Ilmu keperawatan merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki body of knowledge yang khas sehingga akan selalu berkembang. Perkembangan ilmu keperawatan menjadi tanggungjawab semua stakeholder keperawatan, diantaranya adalah para professional keperawatan, pendidik keperawatan, dan mahasiswa keperawatan. Salah satu bagian penting dalam proses pengembangan ilmu keperawatan adalah dengan adanya riset keperawatan.
Secara garis besar, riset keperawatan adalah suatu proses yang dilakukan dengan metode tertentu untuk menemukan, menganalisa, memecahkan, dan mendokumentasikan masalah keperawatan.

Ada 2 nilai strategis mengapa riset keperawatan itu penting bagi ilmu keperawatan, yaitu:
Pertama, riset keperawatan akan memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu keperawatan;
Kedua, riset keperawatan jika dikelola dengan prinsip proaktif, profesional, dan proporsional akan memberikan keuntungan dalam bentuk pertambahan nilai (revenue generating) bagi ilmu keperawatan.

Riset keperawatan merupakan salah satu bentuk karya ilmiah, sehingga untuk dapat menguasainya, pemahaman tentang dasar-dasar pembuatan karya ilmiah sangat diharuskan.
Di dalam karya ilmiah, ada 3 aspek filosofis yang harus dipahami, yaitu:

Pertama, aspek ontologis.
Aspek ini meliputi objek yang akan dibicarakan dalam suatu karya ilmiah, atau dengan kata lain aspek ontologis adalah objek kajian yang biasanya berupa tema atau masalah yang akan dibahas. Sebuah kerangka pemikiran latar belakang yang jelas, logis, runtut, dan alur pemikiran yang konsisten sangat diperlukan supaya objek kajian yang akan dibahas mudah dipahami

Kedua, aspek epistemologis.
Aspek ini terkait dengan metode pemecahan masalah, baik secara teoritis maupun secara empiris sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara rasional empiris.

Ketiga, aspek aksiologis.
Aspek ini berkaitan dengan kontribusi atau nilai pemecahan masalah yang ditemukan dalam judul atau tema kajian. Umumnya, aspek aksiologis tidak tidak harus dimunculkan dalam bab tersendiri, namun biasanya dapat ditemukan dalam tujuan penelitian dan manfaat penelitian, yang terdiri dari nilai pengembangan akademis, kebijakan, dan pelaksanaan teknis.
Untuk membedakan riset keperawatan dengan karya ilmiah yang lain, perlu diketahui jenis-jenis karya ilmiah.

Ada 2 jenis karya ilmiah, yaitu:
Pertama, karya ilmiah yang dipublikasikan.
Publikasi ini umumnya dilakukan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah atau melalui media seperti buku, jurnal, monografi, prosiding. Karya ilmiah yang dipublikasikan diantaranya adalah artikel ilmiah, makalah, jurnal, poster hasil penelitian, dan buku.

Kedua, karya ilmiah yang tidak dipublikasikan.
Tidak dipublikasikan artinya hanya dapat ditemukan dalam kalangan-kalangan tertentu, misalnya hanya didokumentasikan di perpustakaan. Karya ilmiah jenis ini seperti penelitian baik oleh dosen atau mahasiswa, laporan kegiatan mahasiswa, atau tugas akhir mahasiswa.